Beranda agama Tradisi Kunutan: Akulturasi Kearifan Lokal dan Islam

Tradisi Kunutan: Akulturasi Kearifan Lokal dan Islam

BERBAGI

BERITATANGSEL.COM,- Hari lebaran adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam atau bisa dikatakan hari kemerdekaan untuk umat Muslim, karena telah melewati satu bulan penuh berpuasa. Hari lebaran adalah momentum terbaik untuk saling bermaaf-maafan, bersilaturahmi, dan juga berkumpul bersama keluarga. Tradisi kebanyakan masyarakat pada saat lebaran adalah berkunjung di rumah saudara untuk menyambung tali silaturahim.A

da banyak tradisi Indonesia yang sudah melekat dari dulu hingga saat ini. Tradisi tersebut diantaranya mudik, halal bi Halal, takbir keliling, budaya pukul bedug, THR, Tradisi lebaran dengan baju baru, dll. Salah satu tradisi yang sudah ada sejak tahun 50an adalah tradisi memukul bedug dan lebaran dengan baju baru yang di cetuskan oleh kesultanan Banten dan Yogyakarta dalam buku Sejarah Nasional Indonesia karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.

Setiap daerah tentu memiliki tradisi lebaran yang berbeda-beda, apalagi dengan Negara kita yang begitu luas. Kali ini saya akan sedikit menjelaskan tradisi di wilayah Serang Banten. Tradisi yang berbeda di wilayah Serang dengan wilayah lainnya adalah tradisi qunutan dan lilikuran. Tradisi qunutan dilakukan pada saat pertengahan bulan ramadhan atau hari ke 15 Ramadhan dengan menaruh ketupak di masjid terdekat. Dari tradisi tersebut masyarakat menganggap hal tersebut sebagai sarana dakwah untuk memakmurkan masjid dengan cara ngariung dan berdoa bersama-sama. Lelikuran tidak berbeda jauh dengan kunutan, lelikuran dilakukan pada tanggal genap sepuluh hari sebelum hari raya idulfitri. Namun, lelikuran tersebut bukan ketupat yang ditaruh di Masjid melainkan makanan ringan.

Sebelum lebaran atau idulfitri tiba, tentu kita harus melewati bulan suci ramadhan terlebih dahulu. Dan dalam tulisan ini saya akan menjelaskan sedikit kebiasaan atau tradisi turun temurun yang ada di Serang Banten.
Pada pertengahan bulan suci Ramadhan atau 15 menuju 16 Ramadhan kebiasaan/tradisi warga Banten khusunya kota Serang mengadakan Kupatan atau qunutan (ketupat) dan Lepet. Tradisi ini dilakukan turun temurun oleh warga Serang. Pembuatan kupat dan lepet biasa dilakukan dua hari sebelum 15 Ramadhan karena memakan waktu yang cukup lama. Namun, pengisian dan perebusan dilakukan pada pagi hari dan malam harinya di taruh di Masjid/ Musolah masing-masing.
Tradisi kunutan tidak hanya ada Banten saja, melainkan ada pada beberapa daerah yang ada di Indonesia, antara lain daerah Lampung dan Jawa. Dalam filosofi Jawa, ketupan memiliki makna khusus. Yaitu ketupat atau kupat yang merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat adalah tradisi sungkeman yang menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Karena sungkeman mengajarkan peningnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan, dan ampunan dari orang lain. Sedangkan Laku Papat adalah lebaram, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran artinya hari berakhirnya bulan ramadhan, luberan artinya melebur atau melimpah, yaitu ajakan bersedekah pada akhir bulan ramadhan untuk kaum miskin melalui pengeluaran zakat fitrah. Leburan artinya sudah habis dan lebur, maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis, karena umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Dan terakhir adalah kata laburan yang berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk menjernihkan air dengan maknsud agar manusia tetap menjaga kesucian lahir dan batin. Dengan penjelasan di atas yang menunjukan filosofi orang Jawa dan Lampung, tradisi tersebut dilakukan pada hari Raya Ketupat atau enam hari setelah hari raya idulfitri. Sedangkan untuk daerah Banten khususnya warga Serang, kunutan tersebut dilakukan pada 15 Ramadhan.

Baca Juga :  Mahasiswa SKI Kunjungi Keraton Kanoman

Sejarah adanya kuntuan yang ada di Banten bermula dari kesultanan Banten yang sudah ada sejak tahun 1651 hingga 1681, dan kini sudah dikakukan secara turun temurun oleh warga Banten. Tradisi yang dilakukan warga Serang tentu memiliki makna yang melekat antara lain tolong menolong, kebersamaan, dan saling berbagi antar sesama. Mengapa demikian, tradisi yang dilakukan pada pertengahan bulan suci ramadhan ini mampu mempererat tali silaturahmi antar warga.

Ketupat sendiri dibagikan setelah salat terawih selesai, dalam hal tersebut tentu warga yang kurang mampu bisa mengambil dan memakan ketupat. Bungkus ketupat yang diambil dari daun kelapa muda (janur) memiliki makna gambaran kaum pemuda itu harus seperti kelapa dapat bermanfaat dari akar sampai daunnya
Dilansir dari Republika.co.id Qunutan adalah tradisi lama yang diwariskan hingga saat ini. Tidak ada yang tahu pasti kapan dimulainya tradisi tersebut. Ada yang menyebutkan tradisi itu telah berlangsung sejak zaman Kesultanan Demak ketika memperluas pengaruhnya ke daerah barat pada 1524. Sultan Cirebon, Sunan Gunung Jati, yang dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten dan mendirikan Kesultanan Banten. “Ketupat tersebut dibagi-bagikan dimaksudkan untuk meraih berkah pada bulan suci ini,” ujar Asnawi.

Sejarah Kunutan yang sudah ada sejak zaman kesultanan ini sudah menjadi kearifan lokal di Banten khususnya warga Serang yang tidak dapat dipisahkan pada saat bulan ramadhan. Nilai terbesar dari kunutan ini adalah saling berbagi antar warga dan mempererat tali silaturahmi.

Menurut Mazhab Syafi’i, mulai 16 ramadhan kita dianjurkan untuk membaca doa qunut diakhir witir. Karena hal itu maka masyarakat mengaitkan antara Doa Qunut dan Kunutan. Karenanya ada istilah qunutan karena salat witirnya disertai Doa Qunut dan ada istilah ‘ngupat’ karena di tanggal 15 sudah mulai salat witirnya dengan tambahan Qunut.

Baca Juga :  Dalam Rangka HAB ke 73, Kemenag Tangsel Adakan Gerak Jalan Kerukunan Umat Beragama

Penulis: Elis Sopyanti

Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta