Beritatangsel.com — Pasangan suami istri Ferdiansyah dan RR Syarifah melaporkan seorang pria berinisial ML, yang diketahui merupakan oknum anggota DPRD Kota Tangerang, terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana dalam transaksi jual beli tanah dan pembangunan rumah di kawasan Kemuning Village, Pamulang Timur, Tangerang Selatan.
Kasus ini bermula ketika korban mencari tanah melalui situs Realoka.com pada April 2023. Melalui seorang marketing bernama Johan, korban kemudian diarahkan kepada terlapor yang mengaku sebagai pengembang proyek.
Pembayaran Lunas Rp230 Juta, Tidak Ada Pembangunan
Korban menyetujui pembelian tanah dan pembangunan rumah dengan total nilai Rp230 juta. Pembayaran dilakukan empat kali, seluruhnya disertai kwitansi bermaterai yang ditandatangani langsung oleh Muhamad Liadi.
Namun setelah pembayaran lunas, rumah yang dijanjikan tak pernah dibangun hingga memasuki dua tahun kemudian.
“Kami sudah membayar lunas sesuai permintaan terlapor. Tetapi sampai sekarang tidak ada satu bata pun yang berdiri. Setiap kami minta kejelasan, jawabannya selalu ditunda-tunda, bahkan terkesan menghindar,” ungkap Ferdiansyah, korban dalam keterangannya.
AJB Dicantumkan Hanya Rp120 Juta: Diduga Ada Rekayasa
Pada 17 April 2023, korban menandatangani Akta Jual Beli (AJB) di hadapan notaris. Namun nilai dalam AJB tercatat Rp120 juta, berbeda dengan pembayaran sebenarnya.
Kuasa hukum korban menilai ada indikasi manipulasi.
“Nilai transaksi dalam AJB tidak sesuai dengan uang yang dibayarkan klien kami. Ini menguatkan dugaan adanya rekayasa atau penyembunyian nilai transaksi. Padahal seluruh pembayaran mencapai Rp230 juta dan dibuktikan dengan kwitansi bermaterai yang ditandatangani terlapor,” ujar Kuasa Hukum Korban.
Dua Dokumen Penting: Surat Perjanjian dan Surat Pernyataan Terlapor
Setelah pembayaran lunas, pada 3 Juli 2023, terlapor membuat Surat Perjanjian Berjangka dan menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh atas pembangunan rumah.
Namun pembangunan tak kunjung dimulai.
Pada 2 Januari 2025, terlapor kembali membuat Surat Pernyataan, menyatakan bahwa:
Jika pembangunan tidak dimulai hingga akhir Februari 2025,
Maka terlapor akan mengembalikan uang sebesar Rp230 juta pada 5 Maret 2025.
Namun, hingga batas waktu tersebut terlapor tidak membangun rumah dan tidak mengembalikan dana.
“Ini bukan sekadar wanprestasi. Terlapor sendiri menandatangani surat pernyataan bahwa ia akan mengembalikan uang klien kami. Ketika tenggat lewat dan ia tidak memenuhi janji tersebut, ini menguatkan unsur dugaan penipuan dan penggelapan sebagaimana Pasal 378 dan 372 KUHP,” tegas kuasa hukum.
Korban Merasa Dirugikan Secara Materiil dan Moral
Korban mengaku mengalami kerugian tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga tekanan psikologis.
“Kami sudah bersabar hampir dua tahun. Kami hanya ingin rumah kami dibangun sesuai janji atau uang kami dikembalikan. Tetapi hingga hari ini tidak ada itikad baik. Kami merasa benar-benar ditipu,” ujarnya.
Kuasa Hukum: Aparat Harus Bergerak
Kuasa hukum menekankan bahwa laporan ini bukan untuk mempermalukan siapa pun, tetapi untuk menegakkan keadilan.
“Kami meminta aparat penegak hukum memproses laporan ini secara profesional. Semua bukti pembayaran, kwitansi, AJB, dan pernyataan tertulis dari terlapor lengkap kami miliki. Kami tidak ingin ada korban-korban lain dari modus serupa,” jelasnya.
Langkah Hukum Berlanjut
Korban kini tengah menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata, untuk menuntut pertanggungjawaban terlapor.
Kasus ini mendapat perhatian publik karena terlapor disebut sebagai oknum anggota DPRD aktif.
“Tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Jika ada warga yang dirugikan, maka proses hukum harus tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku,” tutup kuasa hukum.









