Beranda Opini & Tokoh Syekh Nawawi dan Budaya Syawalan di Serang

Syekh Nawawi dan Budaya Syawalan di Serang

BERBAGI

BERITATANGSEL.COM,- Sosok Syekh Nawawi Al Bantani di mata penduduk Serang tak lagi asing bahkan di seantero Nusantara. Nama besar Syekh Nawawi menjadi jagat pembicaraan dalam khazanah pendidikan ataupun sejarah Islam di Nusantara. Sosok yang kaya akan ilmu pengetahuan, penyebar Islam yang luwes, serta menjadi ulama besar yang dikenal bahkan sampai penjuru dunia. Betapa lewat peran dan pengaruhnya, Banten menjadi benteng dan pusat kebudayaan Islam berkembang sampai hari ini.

Salah satu dari maestro ulama klasik Nusantara, Syekh Nawawi mendapatkan penghormatan dari masyarakat Serang secara agung bahkan sampai hari ini. Meskipun secara historis Syekh Nawawi tidak wafat di Serang, penziarahan yang dipercaya sebagai petilasan atau tempat bernaungnya Syekh Nawawi selama di Banten, tetap ramai untuk diziarahi. Banyak alasan dari masyarakat untuk tetap datang melestarikan tradisi. Selain berkirim doa, beberapa juga datang sebagai bentuk penghormatan atas sesepuh atau gurunya, beberapa datang dengan mengharap barakah lewat berwasilah kepada beliau.

Tradisi dan kebiasaan masyarakat Serang dalam memingat dan memperingati jasa Syekh Nawawi pada perkembangan masyarakat lokal, diperingati secara puncak pada setiap bulan Syawal di setiap tahunnya. Rangakain acara tersebut digelar di komplek Pezaiarahan Makan Syekh Nawawi di Tanara, Serang, Banten, dalam balutan rangakaian Haul Akbar dan diikuti oleh ribuan peserta dari masyarakat lokal maupun manca-lokal.

Budaya Syawalan

Syawal menjadi sangat istimewa bagi seluruh umat Islam, melintasi dimensi teritorial ataupun temporal. Dalam setiap kebudayaan masyarakat muslim, berbagai perayaan budaya atau tradisi diperingati secara meriah dan besar-besaran. Sebut saja beberapa contoh tradisi Grebeg di tanah bekas Mataram Jawa (Solo-Jogja), Tumbilotohe di Gorontalo, atau Perang Topat di Lombok. Alasan utamanya adalah memperingati hari besar Idulfitri sebagai momentum hari kemenangan. Setelah menjalani sebulan penuh menjaga hasrat dan hawa nafsu, terbitnya Syawal menjadi momentum berbuka paling purna, dan wajar dimeriahkan secara meriah. Oleh semua kalangan dan semua lapisan masyarakat, membaur dan saling bahu-membahu menegakkan tradisi yang diwarisi.

Baca Juga :  Malachi 456 School & Alumni Kampus Atma Jaya. Ajak Pelajar Study Tour Ke Tiga Museum

Berbeda dengan kalangan penduduk masyarakat muslim di berbagai konteks kebudayaannya. Masyarakat Serang dalam menyambut bulan Syawal menumpahkan segala bentuk momentum hari kemenangannya pada saat perayaan Haul Akbar Syekh Nawawi Al Bantani. Sosok Syekh Nawawi yang telah melekat dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat lokal, pada saat perayaan Haul di bulan Syawal, rangkaian tradisi berjalan dengan khusyuk dan meriah.

Selama sepekan penuh masyarakat dan peziarah berkumpul di kompleks peziarahan di daerah Tanara, Serang, Banten. Memeriahkan agenda acara, seperti Ziarah Akbar, Khotmil Quran, Napak Tilas, atupun ikut meramaikan lingkaran kegiatan ekonomi lokal yang tumbuh mendadak di sekitar komplek acara berupa rentetean kios atau lapak pasar malam. Dari semua kalangan usia dan lintas aliran, turut melebur memperingati Maha Guru yang sangat dihormati.

Ziarah Akbar dan Khotmil Quran

Tradisi utama yang menjadi nyawa dari rangkaian tradisi Syawalan di Haul Akbar Syekh Nawawi adalah ziarah akbar. Kegiatan menziarahi petilasan yang dulu digunakan Syekh Nawawi menetap di Banten. Karena secara historis, makam Syekh Nawawi tidak berada di Banten, melainkan di Jannatul Mu’alla, Tanah Suci, Makkah.

Meski yang diziarahi bukanlah sebuah makam yang terdapat jasad dari Syekh Nawawi, masyarakat tetap berbondong-bondong memadati kompleks penziarahan dengan bergantian mengirim doa, atau beberapa rombongan berkirim doa secara berjamaah. Perayaan tradisi seperti ini relevan dengan tradisi dan budaya Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjadi identitas masyarakat muslim lokal Serang, Banten.

Selain berziarah secara besar-besaran, Haul juga dimeriahkan dengan lantunan bacaan ayat suci yang tidak pernah sepi sepekan penuh. Lantunan-lantunan tersebut terdengar secara jelas melalui pengeras suara yang terdapat di beberapa sudut kompleks peziarahan. Lantunan-lantunan tersebut bukanlah tanpa sebab, rangkaian tradisi budaya Syawalan berupa Haul diiringi Khotmil Quran oleh beberapa santri di sekitar kompleks peziarahan. Sehingga jalannya tradisi berjalan dengan khusu’ dan penuh hikmat.

Baca Juga :  UIN Jakarta Gelar Konferensi Internasional Soal Keragaman dan Inklusi Disabilitas.

Budaya Syawalan ditutup dengan pagelaran pengajian akbar yang mengundang salah satu tokoh besar umat Islam, yang biasanya ditunjuk untuk berbagai hikmah dari perjalanan Mahaguru Syekh Nawawi. Beberapa penggalan cerita dibungkus dengan amanat keagamaan sangat digemari oleh masyarakat. Selain menjadi wahana mencari ilmu, masyarakat menjadi sedikit mengetahui perjalanan kisah sosok yang snagat dihormatinya. Sehingga kisah-kisah mengenai keagungannya tidak hilang ditelan perkembangan zaman selama napaktilas dan budaya Syawalan tetap rutin digelar.

Pasar Malam dan Hidupnya Ekonomi Masyarakat

Di lain sisi, pagelaran budaya Syawalan dalam bentuk Haul Akbar Syekh Nawawi tidak hanya menjadi rangkaian acara menghormati sosok Mahaguru. Rangakaian tradisi tersebut tidak hanya bernilai secara budaya dan agama, melainkan ada sisi yang tak kalah penting ikut tumbuh di samping suksesnya acara – ekonomi.

Seiring ramai dan meriahnya pagelaran acara, roda ekonomi masyarakat lokal di sekiataran kompleks peziarahan mendadak berjalan dengan kalkulasi keuntungan yang berlipat-lipat. Acara penuh yang berajalan sepekan lebih membuat harusnya adanya penyediaan berbagai kebutuhan ekonomi, seperti kios makanan, oleh-oleh, pernak-pernik khas, ataupun wahana hiburan bagi anak-anak yang turut hadir dalam rangkaian acara. Biasanya rangkaian perputaran roda ekonomi masyarakat lokal tersebut dibalut dalam rangkaian Pasar Malam, yang diadakan di samping atau di sekitar ruas jalan menuju kompleks peziarahan.

Keberadaan pasar malam ini menjadi sangat bermanfataan bagi perekonomian masyarakat lokal. Menunjang pemasukan dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal, di lain sisi aspek budaya yang tetap berjalan sesuai tradisi. Sehingga menjadi sangat berkaitan, hubungan antara agama-budaya-sosial yang semuanya ikut memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat Serang, Banten. Namun, keberadaan budaya Syawalan tahun ini terpaksa batal karena imbas adanya pandemi. Satu tradisi terpaksa berhenti, roda ekonomi terpaksa lesu hari ini.

Baca Juga :  Tentang Kemandirian Ekonomi

Penulis: Chaeratunisa (Mahasiswi Uin Jakarta)