Beranda Ragam Maaf dan Terima Kasih

Maaf dan Terima Kasih

BERBAGI
  1. BERITATANGSEL.COM,- (Sastra) Rintikan hujan terdengar dari luar, jendela kamar mulai mengembun. Malam ini dingin sekali, dingin bukan hanya karena turun hujan, tapi juga karena kenangan indah yang terus melayang di ingatan.

Air hujan melukis titik-titik di jendela kamarku, malam ini dingin sekali. Melihat kopi di meja, aku takar kopi itu tanpa menggunakan gula. Kopi panas pahit yang akan menemani sepanjang malam ini, juga menemani imajinasiku.

Aku duduk santai di depan jendela kamar, sambil menikmati kopi panas dan nyanyian “Leaving on a jat plane” yang aku putar berkali-kali, entah kenapa ingatanku membawa pergi jauh, jauh sekali, pergi ke waktu pertama kali kenangan itu dimulai.

Sambil terbayang, seulas senyum tersungging dibibirku. Seulas juga bibirku meringis ingin menangis. Lensa mataku terus membayangkan dia ada di sisiku sekarang. Malam ini mataku benar-benar buta, yang aku lihat hanya dia, dia yang semu. Fikiranku juga gila, terus terbayang kenangan itu. Hatiku juga lemah, karena setiap waktu mengkhawatirkannya, dia yang bukan siapa-siapa aku.

Tanganku reflek seolah seperti meraba, mengelus kepalanya, membayangkannya ada di sampingku duduk menikmati kopi bersama seperti waktu itu.
Tapi itu sudah berlalu, itu hanya bayangan yang dibuat imajinasiku yang gila.

Kita pernah melangkah sejauh ini, saling support, saling peduli, saling mencemaskan. Yang selalu ku ingat, dia yang sering cemburu terhadapku tapi aku tidak bisa cemburu balik terhadapnya, memang curang. Entah kenapa, aku merasa tugasku hanya menghawatirkan dan menjaganya. Jujur saja aku tidak bisa cemburu terhadapnya, karena kecemasanku terhadapnya lebih besar dari pada rasa cemburuku.

Ciputat adalah tempat paling spesial untuk kita. Setiap sudutnya terdapat kenangan yang tertinggal, kenangan yang dibentuk oleh segelas kafein.

Baca Juga :  Rumah Terbakar di Ciputat, Satu Orang Terbakar 

Kita memang punya prinsip yang kuat, punya pendirian yang kuat, juga punya pertahanan yang kuat. Ternyata itu kuat menurut diri masing-masing. Sesuatu tidak terduga datang, yang dianggap kuat oleh kita perlahan runtuh. Rasa demi rasa mulai berdatangan, rasa yang menyedihkan untuk kalangan pelajar, rasa yang membuat candu, rasa yang menimbulkan kecemasan, kekhawatiran. Tapi itu hanya rasa, bukan hal yang paten untuk dihakimi.

Jujur saja, aku sering sekali berfikir, merenung, merasa bersalah sudah mengkhawatirkan dia, seolah aku tidak percaya dengan prinsip dan kemampuannya. Tapi tetap saja rasa itu tidak bisa dibendung, kecemasan dan ketakutan terhadap dia terus berdatangan. Melihat cahaya di wajahnya, aku takut kehadiranku malah meredupkan cahayanya.

Beberapa kali aku sempat memutuskan untuk menghindarinya, lebih tepatnya mengurangi tensi kemesraan kita. Tapi selalu gagal. Berbagai sikap dan isyarat yang pernah aku buat juga tetap gagal.

Bersamanya aku merasa bahagia, merasa damai, tentram, tidak takut akan kegelisahan, bersamanya aku lebih optimis melawan keputusasaan.

Kita memiliki prinsip yang hebat, bahkan aku sempat yakin keakraban kita akan abadi. Keyakinan itu membuat aku percaya diri mebawanya ke setiap sudut Ciputat sampai menjelang pagi.

Tapi alam berkata lain, keyakinanku runtuh luluh lantah. Bangunan yang kita bangun memang tidak ada campur tangan orang lain, tapi setelah terbangun orang-orang coba merusaknya. Sebenarnya tidak menjadi masalah, jika pertahanan kami kuat. Tapi tidak bisa dipungkiri, bangunan kami memang lemah, sangat lemah.

Waktu itu, dia pernah memutuskan tidak ingin bertemu aku lagi. Fikiran buruk tentang aku juga sering terjadi. Aku tahu itu, aku menyadari itu, tapi aku tidak bisa menyalahkannya.

Aku tidak peduli dengan sikap dia terhadapku seperti apa. Apapun yang keluar darinya, selalu ku anggap positif, kesalahannya masih kalah dengan rasa sayangku terhadapnya.

Baca Juga :  Diduga Rem Blong, Truk Kontainer Tabrak 2 Motor dan 7 Mobil Di Ciputat

Aku suka dia bertindak sesukanya. Tapi kecemasan terhadapnya tetap saja muncul dengan pekat. Akhirnya aku memutuskan, tidak ada pilihan lagi, aku harus mengatakan kecemasanku kepadanya.

Malam itu, aku bertemu dengannya berbincang soal rasa dan hubungan yang menurutnya tidak jelas. Aku buka semua tentang kecemasanku terhadapnya, dan ditanggapi dengan tawa. Diakhir obrolan dia merespon tentang kecemasanku, “Lu bukan siapa-siapa gua Rii, ga ngaruh dalam hidup gua”. Aku tidak tahu perasaanku waktu itu harus senang atau sedih, atau bisa jadi senang dan sedih dalam waktu yang bersamaan.

Aku tidak tahu di matamu aku dianggap apa. Maaf, aku tidak bisa menjadi kaka yang baik, maaf aku tidak bisa menjadi sahabat yang baik, maaf aku tidak bisa menjadi patner yang baik. Dia tidak perlu memaafkanku, apapun yang akan dia lakukan aku akan lapang menerima.

Senang pernah bersamanya, dia yang memahamiku soal kedewasaan, dia yang memahamiku tentang pendidikan, dia yang memahamiku tentang arti persahabatan, dia yang memahamiku tentang kasih sayang. Maaf atas kecacatanku selama ini. Aku gugup di depanmu, aku hanya bisa bercanda di depanmu, maaf jika candaanku tidak menguntungkanmu.

Senang bisa berkenalan dengannya, dia sungguh indah. Terindah dalam rasaku selama ini, dia yang sederhana, sesederhana air putih yang kaya manfaat.

Tulisan ini bukan bentuk kita akan berpisah, melainkan bentuk maaf dan terimakasihku terhadapnya.

Aku tidak tahu kita akan bersapa hangat lagi seperti dulu atau tidak. Salam manis, maaf jika kedatanganku menjadi bebanmu. Maaf telah membawanya sejauh ini, aku tidak ingin dia terluka karena ketidakjelasanku sampai saat ini.

Coretan itu telah aku sobek, tapi izinkan aku menyimpan sobekannya. Terima kasih atas 24 jam setiap hari selama ini.

Baca Juga :  Lomba Kicau Burung Kapolda Metro Jaya Cup 2018 Digelar di Bandara Soetta

Terima kasih sudah memberi kesempatan bersamanya, aku tidak layak dititipakan ciptaanmu yang seindah itu. sekarang aku serahkan kepadamu lagi, TUHAN…

By Aray