Beranda Advetorial Rekam Fikiran Seorang Pecundang

Rekam Fikiran Seorang Pecundang

BERBAGI

Tik tik tik…

Setelah lulus SMA saya di beri kesempatan untuk kuliah di UIN Jakarta. 2016 silam saya mulai pindah domisili ke Ciputat.

Di angkatan 2016, saya adalah satu-satunya siswa yang di terima di UIN Jakara. Tapi saya bukan satu-satunya siswa alumni SMA saya yang kuliah di sana, karena sudah banyak kaka kelas sebelum saya menempuh pendidikan di sana.

Pertama di Ciputat, saya di sambut hangat oleh kaka kelas saya. Obrolan mengalir begitu saja, kaka kelas saya sedikinya menjelaskan bagaimana budaya Ciputat dan metode belajar mahasiswa di kelas.

“sekarang kamu jadi mahasiswa. Jangan samakan seperti di SMA ya… kamu harus bisa SKSD (sok kenal sok dekat) sama kaka tingkat. Banyak belajar sama mereka yang sudah pengalaman. Mahasiswa itu bakal banyak belajar di organisasi bukan di kelas”.

“ Iya ka, rekomendasi organisasi dong ka hehe”

“Hehe selow dek, nanti sambil berjalan aja. Intinya kalau ada yang nyanyi (Bersyukur dan Ikhlas… Himpunan Mahasiswa Islam) kamu deketin ya, minta bimbingan dari orang-orang itu”.

“Hahaha ko gitu? Kenapa harus itu?”

“iya rekomendasi saya itu”

Di penutup obrolan ka Lia bilang, hati-hati di sini ya. Islam di sini tidak sama seperti Islam yang ada di kampung. Nanti kamu bakal sering nemuin orang yang bicara Islam secara liberal, seperti mempertanyakan “untuk apa shalat? Tuhan ada di mana?”

Hahaha tenang, saya ga bakal terpengaruh dengan omong-omongan sampah seperti itu.

Beberapa minggu kuliah saya mulai masuk beberapa organisasi. Saya mulai ngobrol sana sini, baik sama senior maupun teman seangkatan saya.

Ketika membuka Smart Phone saya mendapat pemberitahuan forum diskusi dari teman saya. Pertama kalinya saya ikut forum disksusi keislaman.

Awalnya saya membayangkan diskusi nanti malam seperti ceramah dengan banyak dalil. Dari pada penasaran akhirnya saya ikuti saja forum diskusi tersebut.

Eeeeh eeeeh eeeh ternyata dugaanku meleset. Tidak ada bicara dalil, yang ada malah logika semua. Pelajaran yang saya dapatkan di kampung malah di korek-korek lagi. Salah satu peserta diskusi sempat bertanya secara personal kepada saya;

“Kamu mengimani malaikat kah?”

“Iya tentu”

“Saya mau nanya, bagaimana cara mengimani malaikat di dalam kehidupan?”

Dengan awamnya saya kebingungan. Saya jawab aja, “gatau mas, saya ga pernah di psantren hehe”

Baca Juga : Kemiskinan Karakter dan Mental

Jujur, saya memang tertarik jika berbicara logika. Bagi saya logika itu keren.

Pernah suatu hari saya menemui seseorang yang tergabung dalam organisasi dakwah NU. Orang itu mengatakan “Islam itu rasional !!!”

Baca Juga :  Mahasiswa UNPAM Ajak Anak-anak Asah Kreativitas Dengan Manfaatkan Barang Bekas Menjadi Barang Bernilai Jual

“Tapi kenyataanya Gus, banyak ajaran Islam yang sampai sekarang tidak rasional. Mereka yang menggeluti logika, bisa membantah seenaknya tentang ajaran Islam. Gimana kemitologin Islam yang terus di bahas oleh para cendekia” jawab saya sambil bertanya.

“Sesungguhnya yang maha ghaib itu Al-quran, karena ajaranya tidak pernah basi sampai kapanpun. Menafsirkan Al-quran bukan penafsiran tekstual, tapi harus tau kontekstualnya”.

“contohnya?”

Saya gatau Gus belajar dari mana, yang saya tau beliau memiliki pengetahuan yang sangat luas soal keislaman, ilmu hikmah, dan sastra Arab.

Beliau menjawab “Shalat itu rasional, semua gerakan memiliki arti. Kami biasanya menyebut shalat sebagai ritual 5 elemen”.

“Jadi gini… takbir ngadeg (takbir berdiri) kami sebut dengan elemen api. Karena di posisi berdiri, kita sering di sertai fikiran liar. Raga kita melaksanakan shalat, tapi hati dan fikiran kita malah mikir kemana-mana. Oleh karenanya, di posisi ini kita harus membaca surat Al-fatihah dan di sambung surat lainnya. Kenapa Al-fatihah di baca ketika dalam keadaan berdri? Karena posisi itu adalah elemen api, dan harus di bebaskan/di fatihkan dengan surat pembuka yaitu alfatihah”.

“Selain itu posisi tangan kiri menyentuh perut langsung dan di timpa oleh tangan kanan, bertujuan untuk mengunci dan menyiksa nafsu dalam perut oleh kedua tangan kita. Kalau kita perhatikan, di telapak tangan kiri kita terdapat angka Arab 8 dan 1, jika di jumlah kan menjadi 9. Di mana bulan hijriah ke 9 adalah Ramadhan yang artinya batu yang panas. Jadi di ibaratkan tangan kita adalah tangan panas untuk menyiksa nafsu dalam perut kita”.

Menafsirkan satu gerakan shalat saja kita harus memperhatikan Api, Al-fatihah, nafsu, dan angka 9. Bagaimana dengan Al-quran yang maha ghaib?

Itu salah satu contoh tafsir gerakan shalat. Jika kita bahas sampe selesai, bakal panjang dan rumit.

Saya iya iya aja sambil mengangguk. Apalagi baru kali ini perihal ibadah di jelaskan secara gamblang dan logis. Walaupun dalam hati saya “jangan mudah percaya jangan mudah percaya hehe”

Dan benar saja, fikiran dan gaya retorikaku mulai condong ke pemikiran Islam kiri. Sedikit demi sedikit saya mulai membaca tulisan-tulisan kiri.

Awalnya saya tertarik dengan pemikiran kirinya saja. Lambat laun pemikiran itu mulai meresap ke dalam batin. Di fase ini, saya bermula terjerumus sifat sombong. Sombong terhadap manusia, rosul, sampai sombong terhadap tuhan.

Saya sangat menikmati pengetahuan yang saya dapatkan. Ironisnya saya sempat mendewakan pengetahuan dan akal saya.

Saya senang ketika teman saya tidak bisa menjawab pertanyaan dari saya. Dan ketika ada pertanyaan untuk saya, saya coba menjawab dengan gaya sombong, seolah pertanyaan itu mudah bagi saya.

Baca Juga :  Di Hari Jadi ke – 7 Tahun, Serpongupdate.com Adakan Santunan

Keadaan seperti itu yang melarutkan saya dalam kesombongan, saya mulai merasa paling tau, paling pintar dan sebagainya. Sampai pada puncaknya gaya bicaraku mulai ke-akuan.

Berawal dari kesmobongan kepada teman, terus menjalar kepada orang yang lebih tua, kepada ajaran Rosulullah, sampai puncaknya saya sombong terhadap Allah.

Saya mulai berani meninggalkan syariat. Bagi saya syariat itu tidak penting !!!

“Kebaikan tidak harus shalat, puasa, ngaji” saya memang mengagungkan Allah, saya cinta Islam. Karenanya saya tidak mau mendefinisan Islam itu dengan rukun Islam. Kalau surga Allah hanya untuk orang-orang yang shalat, sempit sekali definisi Islam.

Saya memiliki keyakinan orang-orang non muslim juga bakal masuk surga. Karena masuk surga tidak harus masuk Islam toh. “Pelacur aja yang cuma nolongin anjing, bisa masuk surga hehee…”

Sebenarnya saya pengen ada orang yang bisa membantah pemikiran ini. Karenanya sering sekali topik ini saya bicarakan saat ngopi sama teman.

Selama 2 tahun kuliah saya dalam keadaan seperti ini. Belajar dan usaha tanpa doa hmmm

Selepas pulang kuliah saya main ke kostan teman. Di dalam kost banyak sekali koleksi buku-buku pemikiran. Saya memustuskan meminjam buku Tan Malaka yang berjudul MADILOG.

Materialisme, DIalegtika dan Logika yang di singkat dengan (MADILOG). Salah satu karya Tan Malaka tanpa daftar pustaka tapi masih gemilang sampai saat ini.

Sekilas saya baca di bagian Logika Mistik. Buku ini di tulis ketika Tan Malaka di buang oleh Kolonial Belanda. Gaya tulisan sejarah bercampur sains menurut saya sangat menarik.

Di bab pertama, Tan Malaka coba membenturkan logika mistik dengan hukum alam. Siapa yang menciptakan alam? Tan Malaka mencoba membantah miologi bahwa alam di Ciptakan oleh Dewa Rah.

Rah adalah Dewa Matahari, ialah Rohani, yang lebih dahulu adanya dari pada dunia, bumi, dan bintang dan langit. Maha Dewa Rah tentulah sempurna, yakni Maha Terkuasa, asal dari pada semua benda yang ada di dunia ini.

Dengan Firman yang berbunyi Ptah saja Bumi, Langit, Bintang, beribu juta, sungai nil dan gurun Pasir bisa timbul. Timbulnya itu adalah pada satu saat saja, sesudah perkataan Ptah tadi difirmankan. Jadi rohanilah yang pertama, zatlah yang kedua. Zat ini berasal dari Rohani. Bukan sebaliknya, yakni rohani yang berasal dari zat.

Rah tak perlu menunggu-nunggu, seperti pak tani menunggu-nunggu padinya sesudah benihnya ditanam. Kalau dia mesti menunggu, maka ini berarti, bahwa dia pasti takluk pada Sang Waktu. Jika begitu maka Maha Dewa Rah bukanlah terkuasa. Ringkasnya, Maha Dewa Rah itu terkuasa, tidak takluk kepada Zat dan waktu. Jika begitu, maka Maha Dewa Rah bukanlah terkuasa. Ringkasnya, Maha Dewa rah itu terkuasa, tidak takluk kepada Zat dan waktu.

Baca Juga :  Pesan Terakhir Untuk Lia

Tetapi ilmu Pasti, seperti ilmu bintang, ilmu alam, ilmu pisah (kimia), ilmu matematika dll, yang semuanya sekarang diajarkan di sekolah di lima benua yang kita kenal ini, ialah berdasarkan Filsafat yang sebaliknya. Disini Rohani berupa Kodrat, Kracht, Force, tiadalah dianggap barang yang terpisah, barang yang berdiri sendirinya, barang yang bisa melahirkan Zat, dalam waktu yang lebih cepat dari sekejap mata. Disini Force, Kodrat itu, terkandung oleh Matter, oleh benda. Dimana ada benda disana baru ada Kodrat.

Listrik kodratnya menjalankan mesin, menyalakan lampu dan sebagainya. Tapi listrik tidak bisa menciptakan benda apapun.

Tan Malaka juga mengatakan bahwa tidak semua alam semesta ini bisa di logikakan. Ada taraf di mana sesuatu itu masuk logika dan tidak.

Sedikitnya hasil bacaan ini mendapatkan hasil. Bahwa Filsafat berawal dari keraguan menuju kebenaran, dari kesalahan menuju kebenaran. Berbeda dengan tuhan yang bermula dari kebenaran menuju keyakinan.

Untuk apa juga saya memikirkan timbal balik ibadah, pahala, dosa. Untuk apa juga saya malah mengorek-ngorek kembali ajaran yang sudah di kupas tuntas.

Entahlah itu sebuah kecelakaan atau keberuntangan buat saya. Yang pasti saya merasa menyesal pernah memiliki pemikiran seperti itu. Pemikiran lberal lepas landas hahaa

Setiap manusia memiliki rasa penyesalan. Mereka yang masih murka, mungkin belum saatnya terbentur habis. nanti ada saatnya manusia terpojok dengan segala masalah, sampai tidak ada harapan lagi. Dan akhirnya akan berharap kepada tuhan lagi.

Manusia harus bisa mengaplikasikan antara ilmu, sifat dan doa. Jika salah satunya hilang, hidupnya akan cacat, tidak seimbang.

Percuma orang yang memiliki ilmu banyak tapi tidak memiliki adab dan etika, suka meremehkan orang lain, merasa hebat sendiri. Orang itu akan di anggap gila, dan ilmu yang ia dapat akan ngambang, tidak menyatu dengan batin.

Menuntut ilmu juga penting. Karena prilaku kita di pengaruhi oleh ilmu yang kita pelajari. Dan doa yang kita lakukan memiliki metode yang fundamental.

Dan satu pesan singkat terakhir saya. “Ketika kita memiliki keyakinan, itu bukan lelucon. Melainkan itulah diri kalian sebenarnya.”

Penulis: Muhammad Fahri (Aray)

Senat Mahasiswa UIN Jakarta