Beranda Berita Terkini Koperasi 212, Quo Vadis?

Koperasi 212, Quo Vadis?

BERBAGI
Uten Sutendy (BUDAYAWAN)

TANGSEL, Beritatangsel.com – Motif politik tapi ingin ambil untung dari sisi bisnis, mana bisa ? !

Itu pernyataan dan pertanyaan saya kepada seorang teman pengelola koperasi 212. Ia mengeluh karena koperasi dan warung 212 kurang berkembang seperti yang diharapkan.

Saya sampaikan bisnis koperasi Anda akan sulit berkembang jika awalnya diwarnai oleh motif politik.
Kecuali kalau dari awal gerakan dimulai sudah dengan motif bisnis kemudian dikembangkan dengan cara berpolitik. Nah itu baru bisa jalan.

Hal Ini keliatanya yang kurang disadari oleh sahabat-sahabat di alumni 212. Mereka mengira bakal mendapat untung besar secara politik saat mampu menggerakkan massa dalam jumlah sangat besar. Itu agak sulit.

Mengapa sulit, karena keuntungan politik yang mau diraih sudah didesain sejak awal oleh para pemilik modal dari dalam maupun di luar negeri.

Nah kalau saja waktu itu (212 yang pertama ) berhenti pada motif politik, lalu bergeser ke motif ekonomi syariah , dan terus fokus di sana, maka potensi 212 akan menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat sampai hari ini.

Sekarang terlanjur motif politiknya sudah terlalu kental. Jadi agak sulit untuk bergeser dan berkembang ke ekonomi. Para distributor yang mayoritas non muslim akan memblokade meskipun pada awalnya menaruh simpati. Dan para konsumen bisnis koperasi dan minimarket 212 yang bukan semuanya pro politik 212 tentu akan berfikir ulang untuk belanja atau bergabung di dan dengan koperasi 212.

Karena itu, sekarang tidak ada jalan lain bagi alumni 212, kecuali harus fokus ke politik, mengambil kursi dewan sebanyak mungkin dan memperkuat pengaruh kekuasaan meskipun hal itu juga akan menghadapi kesulitan sangat serius.

Dimana kesulitannya?!

Kesulitannya karena para aktivis 212 sebagian besar bukan politisi partai. Sekalipun nanti capres pilihannya bakal menang, yang duduk dan mengatur kekuasaan bukan eksponen 212, melainkan para politisi yang sudah berhasil mengambil keuntungan (profit taking) dari kekuatan masif alumni 212.

Baca Juga :  Tiga Pilar Berikan Bantuan Sembako Untuk Pesantren di Wilayah Setu Tangsel

Dan para politisi itu diam-diam sebetulnya phobia dengan semangat khilafah yang secara tersembunyi dibawa gerakan 212. Para politisi tidak aksn begitu saja bisa menerima konsep khilafah atau mengambil mentah-mentah konsep tersebut meskipun mereka sudah diuntungkan dengan “memanfaatkanya” di awal.

Konsep khilafah itu dianggap a historis, tak sejalan dengan kultur dan dasar negara RI, selain belum ada bukti sejarah bahwa konsep tersebut telah berhasil di negara manapun.

Bukan itu saja, pemaksaan konsep khilafah juga akan berhadapan dgn kekuatan demokrasi termasuk dari kelompok muslim moderat.

Apakah Alumni 212 akan tetap ada? Ia akan ada menjadi sebuah monumen (meminjam istilah Ricky Gerung ). Tetapi monumen itu untuk apa kedepannya, ini yang perlu didefinisikan lebih konseptual dan rinci.

Oleh : Uten Sutendy (BUDAYAWAN)

*) Tinggal di BSD city, Kota Tangerang Selatan